Jumat, 25 Maret 2011

Nil Maizar sebagai head coach Semen Padang


SUNGGUH, ini sebuah ‘surprise” buat saya, ketika manajemen Semen Padang mengumumkan Nil Maizar sebagai “head coach” Semen Padang untuk mengharungi Indonesia Super League (ISL) 2010-11.
Semenit sebelum mulut Ketua I SP, Toto Sudibyo menyatakan hal itu, saya masih berfikir dan coba menerka-nerka siapa sosok dari “luar Indarung” yang akan datang untuk menduduki kursi yang ditinggalkan Arcan Iurie.
Sedikitpun saya tak berfikir, Nil Maizar yang duduk persis disebelah saya akan diberi kepercayaan yang begitu besar. Mungkin saya terpengaruh pernyataan Toto yang begitu meyakinkan beberapa hari sebelumnya, bahwa dia lebih tertarik memakai jasa pelatih asing.
Selain itu, saya merasa belum yakin saja, kalau manajemen berani menitipkan “Kabau Sirah” kepada Nil. Apalagi untuk kompetisi sekaliber ISL, yang tingkat persaingannya tidak main-main.
Saya bukan meragukan, apalagi meremehkan kemampuan putra Payakumbuh jebolan timnas Garuda II itu. Jauh-jauh hari saya bahkan sudah menyebutnya sebagai salah satu pelatih masa depan SP yang paling berkilau. Saya hanya merasa dia masih terlalu muda, dan ‘jam terbang” sebagai pelatih masih perlu ditambah untuk tampil sebagai peracik utama strategi tim SP.
Namun dibalik itu, saya yakin 100 persen, suatu saat Nil pasti akan duduk di kursi dambaan para mantan pemain SP yang merintis karir jadi pelatih itu. Saya memperkirakan musim depan kursi itu baru akan jadi milik Nil. Ternyata fikiran saya itu kalah cepat dengan manajemen SP. Mereka begitu yakin dan percaya diri menunjuk Nil sebagai pelatih kepala di musim pertama SP bertarung di ISL ini.
Tiba-tiba fikiran saya jauh berkelana, mundur ke tanggal 8 Mei 2008. Jauh di belahan bumi yang lain, pada tanggal itu seorang pria sebaya Nil yang bernama Josep “Pep” Guardiola menerima amanah yang nyaris sama dengan Nil saat ini. Pep saat itu diangkat menjadi pelatih Barcelona menggantikan Frank Rijkaard. Sama dengan Nil, itu adalah pengalaman pertama Pep melatih tim senior almamaternya itu.
Saya sama sekali tak hendak membandingkan Pep dengan Nil, karena hal itu sangat tidak logis. Sama tidak logisnya membandingkan sepakbola Spanyol dan Indonesia. Tapi saya bermimpi dan berharap Nil bisa menjadikan Pep sebagai sebuah insipirasi dalam bekerja sebagai pelatih SP.
Tegas dengan keputusan, itulah sikap pertama Pep. Walau dihantam kritik karena berani membuang pemain sekaliber Deco, Ronaldinho, ataupun Gianluca Zambrotta, tapi dia bisa membuktikan kebenaran keputusannya. Barca dibawanya menjuarai enam trophy semusim; Divisi Primera, Liga Champions, dan Copa del Rey, Piala Super Spanyol, Super Eropa dan juara dunia antar klub.
Kemudian, sebagai pemain yang dibesarkan Barcelona, Pep memahami mentalitas dan karakter “El Barca”. Ia tahu betul, mana pemain yang tepat bagi klub atau tidak. Sejatinya Nil juga bisa seperti Pep, karena dia sudah tahu luar dalam, Semen Padang itu apa dan seperti apa.
Hal terakhir dan terpenting yang membuat Pep tercatat sebagai pelatih debutan tersukses sepanjang sejarah di Eropa, yang mungkin bisa dicontek Nil. Kepercayaan kepada pemain, kerendahan hati, keinginan untuk selalu belajar, dan tak kenal takut, adalah empat poin plus yang bisa disadap Nil.
Menang atau kalah tak ada dalam kamus Pep. Ia tidak pernah pusing hasil akhir, karena itu ditentukan banyak faktor, termasuk wasit. Itu artinya, Nil tinggal minta pada pasukannya untuk konsisten kepada ideologi dan filosofi bermain yang diajarkannya kepada pasukannya. “Well”, selamat bertugas Nil Maizar.
*)Penulis adalah sport editor Harian Singgalang Padang
**)Sudah dipublish di harian singgalang, Rabu (28/7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar